Oleh : Topikin Abdullah
Buku : Api Islam

Nurcholish Madjid yang kerap disapa Cak Nur merupakan satu diantara ikon pemikir muslim menonjol di tanah air. Pada tahun 1970-an, Cak Nur banyak mengeluarkan gagasan terkait dengan pembaharuan pemikiran Islam, dengan nalar obsesifnya. Melalui diskursus terkait dengan sekularisasi, Cak Nur melejit bagaikan roket di kalangan umat Islam Indonesia. Sebagian orang lantas menahbiskan sosoknya sebagai pembaharu sekaligus tokoh reformis Muslim dengan mencetuskan gagasan pembaharuan yang dia racik sebagai ide sekularisasi. Olahan pemikiran yang diklaim sebagai sekularisasi itu, dirumuskan Cak Nur sebagai upaya menduniawikan nilai-nilai yang sudah semestinya bersifat duniawi dan melepaskan Umat Islam dari kecenderungan untuk mengukhrawikannya.
Bertolak dari gagasannya tersebut, Cak Nur dengan sangat percaya diri berargumen bahwa “Islam sebenarnya dimulai dengan proses sekularisasi dan ajaran tauhid merupakan pangkal tolak sekularisasi secara besar-besaran”. Dengan mengusung ide sekularisasi dalam Islam ini, sosok Cak Nur berkibar di kancah nasional maupun internasional sebagai intelektual muda progresif. Penentangan atas pemikiran Cak Nur bergulir sejak dialog intelektual mengenai ide sekalurisasi ini masuk di ruang publik. Ranah pemikiran Cak Nur memang luas dan penuh dinamika, bahkan kerapkali juga menghadirkan kultus atas pemikirannya.
Buku yang ditulis oleh Faisal Ismail, Guru Besar UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta ini, berupaya menggugat dan merefutasi Cak Nur melalui argumen-argumen ilmiah dan diniah (keagamaan). Sebagian besar buku ini mengkritik secara konstruktif ide-ide Cak Nur seputar ide sekularisasi. Poin-poin penting yang menjadi pokok gugatan Faisal terhadap konstruk pemikiran Cak Nur adalah peniadaan tuhan dalam ajaran tauhid bersifat terbatas (tidak mutlak), tauhid merupakan pangkal tolak sekularisasi secara besar-besaran, pembagian sekularisasi menjadi dua macam yakni sekularisasi yang dilarang dan yang diperintahkan dalam Islam, serta pemikiran Cak Nur mengenai ilmu yang bersifat otonom atau terpisah dari masalah-masalah keagamaan.
Gugatan bagi Faisal dimaknai sebagai proses kritik konstruktif apresiatif, lawan berbicara adalah kawan berwacana. Dengan cara itulah, suasana kehidupan intelektual dan iklim ilmiah bisa terbangun melalui dialog keilmuan secara intensif. Di buku ini, dipaparkan terlebih dahulu bagaimana Cak Nur mengkonstruksi makna sekuler, sekularisme dan sekularisasi. Untuk mengetahui maknanya, kita terlebih dahulu melacak arti kata sekuler. Sekuler berasal dari bahasa Latin saeculum yang berarti satu zaman (an age), dengan begitu kata sekuler berarti hal-hal yang berkenaan dengan zaman sekarang (dunia).
Sekuler (secular) merupakan kata sifat, sekularisme (secularism) menunjukkan kata benda, sementara sekularisasi (secularization) juga merupakan kata benda, pada intinya terkait hal yang sama yakni pemisahan hal-hal yang duniawi dari hal-hal yang agamawi, ukhrawi, suci dan spiritual. Perbedaannya, terletak pada konteks penggunaan ketiga istilah tersebut.
Guna memperkuat argumen ilmiahnya Faisal mengutip pandangan Alan Richardson, seorang Profesor Universitas Nottingham, Inggris. Richardson melemparkan gagasan “kita lebih suka mengatakan bahwa tujuan Agama Kristen adalah untuk menghilangkan bidang sekuler sehingga tidak ada bidang kehidupan yang berada di luar kuasa (Nabi) Isa”. Pandangan ini yang dijadikan Faisal sebagai pegangan untuk memahami arti sekularisme dan sekularisasi yang berlaku dalam dunia ilmu pengetahuan.
Sekularisme, menurut Mukti Ali, sebenarnya merupakan konsepsi Kristen Barat yang tidak terdapat di dalam Islam. Tak ketinggalan, Rasjidi pun berpendapat, menurutnya sekularisasi mempunyai hubungan sangat erat dan tidak dapat dipisahkan dari sekularisme, sementara sekularisme tidak dapat dipisahkan dari sejarah gereja di Barat.
Pada abad ke-19, istilah sekuler diartikan sebagai bidang-bidang di mana gereja atau Christian Concience tidak berhak mengambil bagian dan ikut campur tangan dalam bidang politik, ekonomi dan ilmu pengetahuan. Sejak itu pula, kata sekuler dan sekularisme dalam masyarakat Barat telah dirasakan mempunyai konotasi yang membatasi ruang gerak agama di ranah publik dan tidak jarang pula disertai dengan praktik-praktik propaganda anti agama yang tak menyenangkan.
Bagian paling menarik dalam buku ini, saat Faisal menunjukkan kerancuan ilmiah Cak Nur dalam menggunakan dan menerapkan istilah sekularisasi pada banyak dimensi pemikiran yang disindirnya hanya sebagai upaya menyesuaikan dengan alur kemauan dan koridor pemahaman Cak Nur sendiri. Kelima gagasan Cak Nur tentang sekularisasi tersebut yakni, pertama, menduniawikan nilai-nilai yang sudah semestinya bersifat duniawi dan melepaskan Umat Islam dari kecenderungan untuk mengukhrawikannya. Kedua, pentingnya ajaran-ajaran Islam itu disentuhbumikan. Cak Nur berpendapat, doktrin Islam yang begitu tebal dalam lipatan-lipatan kitab suci Al-qur’an dan hadits jangan dibiarkan mengawang. Doktrin-doktrin Islam harus mampu menjawab tantangan zaman dan relevan dengan keadaan ruang dan waktu. Ketiga, pembebasan diri dari tutelege (asuhan) agama sebagai cara beragama secara dewasa, beragama dengan penuh kesadaran dan penuh pengertian, tidak sekedar konvensional belaka. Keempat, proses sosial politik menuju sekularisme, dengan implikasi paling kuat pada ide pemisahan (total) agama dari negara. Ini merupakan cangkokan Cak Nur dari tinjauan sosiologisnya Robert N Bellah. Kelima, racikan Sekulerisasi Cak Nur dikaitkan dengan konversi animis ke kepercayaan tauhid. Cak Nur berdalil, Islam dimulai dengan sekularisasi dan tauhid merupakan pangkal tolak proses sekularisasi besar-besaran.
Faisal menggarisbawahi, bahwa kelima gagasan Cak Nur tentang sekularisasi itu bukan merupakan deskripsi elaborasi dari pengertian sekularisasi yang satu atas pengertian sekularisasi yang lain. Justru, gagasan Cak Nur itu berdiri sendiri-sendiri. Ada yang terkait dengan ‘penduniawian’ nilai-nilai, ada yang diterapkan kepada animis yang konvert ke kepercayaan tauhid, ada juga yang dikaitkan dengan upaya membumikan ajaran-ajaran Islam agar sesuai dengan ruang dan waktu. Hal ini secara lugas disebut Faisal sebagai sesuatu yang aneh dan ganjil karena biasanya seorang seorang pakar dalam suatu disiplin ilmu hanya merumuskan satu istilah dengan satu pengertian saja. Pertanyaan kritis Faisal, manakah dari kelima pengertian sekularisasi ciptaan Cak Nur itu yang harus dipegangi dan diikuti?. Selain kerancuan ilmiah, bagian lain buku ini juga mengkonfrontir ide sekulerisasi Cak Nur melalui rujukan-rujukan teks Alqur’an.
Buku ini menjadi sangat penting dibaca, karena tak semata menambah wawasan keilmuan seputar gerakan pembaruan pemikiran Islam di Indonesia, melainkan juga menjadi referensi utuh guna membaca konstruksi pemikiran ‘sekularisasi’ Cak Nur dengan perspektif berbeda. Cak Nur tentunya aset bangsa ini, tapi dia juga tak sepantasnya dikultuskan melalui pemikiran-pemikirannya. Apakah Cak Nur dengan pemikiran ‘sekularisasinya’ akan terus dipuja dan mendapat tempat terhormat di arus pemikiran Islam modern, atau justru terkubur bersama lembaran masa lalu? Semuanya akan sangat bergantung pada apresiasi ilmiah para intelektual selanjutnya. Paling tidak, gugatan Faisal ini bisa menjadi “oase” apresiatif, bagi para pengagum, pengkritik sekaligus penikmat pemikiran Cak Nur.

Abdul Gani dan Perjalanan Perubahan Garuda Indonesia




Oleh : Topikin Abdullah
Dikutip dari beberapa Sumber


 Setiap Pemimpin mempunyai corak yang berbeda-beda, tetapi mereka bisa saling melengkapi. Itulah yang terjadi pada Garuda Indonesia pasca krisis. Robby Djohan yang tegas dan berani ternyata hanya berada di Garuda selama 5 bulan (Juni hingga Nopember 1998). Tugas di garuda diserahkan kepada seorang mantan Bankir, Abdul gani. Dibandingkan dengan Robby yang urakan dan agak “preman” (Djohan, 2003). Abdul gani cenderung lebih sangat berhati-hati, namun sangat tertib dalam mengelola perusahaan.
Mereka datang ke Garuda bukan karena ambisi pribadi, melainkan benar-benar ingin membantu Garuda. Sebelum berada di garuda Indonesia, pajak pribadi yang mereka bayar saja sudah berada diatas gaji yang mereka terima. Jadi, digaruda mereka bukan untuk mencari nafkah lagi. Orang-orang yang “Nothing to Loose” ini pantas bekerja habis-habisan. Setelah penyakit-penyakit Garuda dibongkar oleh robby Djohan, kini giliran Gani menatanya secara lebih sistematis. Ia memetakan masalah di garuda dalam tiga kelompok, yaitu masalah keuangan, operasional, dan manajemen

Maslah-masalah di garuda Indonesia pada tahun 1998
Masalah Keuangan
Masalah Operasional
Masalah Manajemen
-Kegiatan Bisnis yang Merugi
- Cashflow operasi negatif
- Kewajiban-kewajiban jatuh tempo sebesar $ 1,8 Juta
- Net Worth negatif $234 juta
- Sistem Informasi manajemen yang tidak dapat dikendalikan
- Rute-rute yang diterbangi sebagian tidak menguntungkan.
- Terlalu banyak jenis pesawat
- Pelayanan dan Produk berkualitas rendah.
- ketepatan waktu buruk
- Yield rendah
- Manajemen tidak solid dan tidak efektif.
- operasional tidak efektif.
- Budaya perusahaan tidak mendukung strategi (tidak “fit” dengan kebutuhan)
Produktivitas rendah.



Ia segera mengajak beberapa orang muda di Indonesia untuk memotret masalah masing-masing unit. Mereka ini kelak menjadi semacam Change agents di Garuda. Dengan begitu, Gani bisa menciptakan iklim perubahan dengan lebih cepat. Ia sendiri menganut pendekatan konsepsional, sistematis, bertahap dan konsisten, artinya, ia tidask mau melakukan perubahan secara membabi buta atau berdasarkan selera dan “mood” pribadi, melainkan menggunakan prinsip-prinsip manajemen yang tepat, melalui proses yang diyakini bisa dilewati secara konsisten.
Dengan pendekatan ini Gani segera membuat tahapan-tahapan sistematis. Kalau pemerintah serius ingin mem-privatisasi-kan Garuda (saat direncanakan pada tahun 2003) maka kira-kira beginilah tahapan-tahapan konsepsinya.


2003
Privatisasi


2002
Ekspansi dan pengembangan

            
2000
      -           Pelayanan
      -          Komunikasi
2001
-         Efisiensi
-         Operasi
-         Administrasi
-         Keuangan
-         Prosedurement

1998 Semester 2
- Stop the bleeding
- perbaiki revenue

1999
Penguatan operasi pelayanan, revenue, manajemen biaya, proses manajemen








Gani mulai dengan program survival, yaitu dengan menghentikan perdarahan yang dapat mematikan Garuda yaitu cashflow yang negatif, jumlah utang besar (4, 913 miliar rupiah atau 1,8 miliar dolar, dan modal perusahaan yang negatif. Selama lima tahun beroprasi (1993-1997), net operating cash flownya negatif terus menerus. P[ada tahun 1993, negatif 408 juta dollar, dan pada dolar negatif, gani bertindak cepat, dengan segera melakukan pembenahan keluar dan kedalam. Ia meneruskan langkah perpindahan kantor dari Merdeka Selatan ke Cengkareng sehingga lebih mudah melakukan pengawasan dan pengendalian. Semua “lemak” yang tampak dilaopan keuangan ia bersihkan agar perusahaan lebih sehat dan ramping.
Ia juga mengubah paradigma berfikir Garuda. Pertama, ia mengajak anak-anak buahnya bersama-sama berfikir bahwa Garuda bukan bukan hanya sekedar angkutan udara, melainkan berada dalam “travel Business”. Kedua, Garuda adalah Businnes layanan (“Business on Service”) sehingga pelayanan, kebersihan, dan ketepatan waktu harus diutamakan. Ketiga, garuda adalah perusahaan penerbangan komersial (Comercial airline) sehingga mutlak harus menerapkan seluruh norma bisnis secara utuh, Keempat, Penerbangan domestik adalah Prioritas usaha. Kelima, Menggeser segmentasi pasar ke kelas menengah ke atas sehingga mendapat margin yang lebih baik, sedangkan untuk segmen dibawah dilayani oleh citilink. Keenam, pola pikir dan tindak di “Garuda in Business” yang berarti membuang sikap lama yang tidak berorientasi pada bisnis. Ketujuh, bekerja secara tim (team work) dan berirama seperti sebuah orkestra musik dengan ketepatan waktu yang harmonis.
            Ibarat kanker, penyakit yang diderita oleh manajemen Garuda saat itu memang sudah menyerang kemana-mana. Sehingga dengan segala terpaksa di zaman abdul gani seluruh karyawan, harus rela menelan pil-pil pahit agar perusahaan kembali sehat. Pemakaian jatah tiket gratis kembali ditata kembali, praktik-praktik KKN dibersihkan, kordinasi dan reposisi jabatan dtingkatkan. Tak semua orang tentu rela melakukannya. Tapi itulah yang harus diambil kalau Garuda tidak mau dibubarkan. Walaupun begitu, setahun berikutnya titik terang mulai kelihatan. Garuda mulai bisa membagikan bonus kepada karyawan. Ini adalah sesuatu yang sudah lama ditunggu-tunggu.
            Pada tahun kedua pula Gani mencanangkan program ketepatan waktu (on-time Performance). Dimasa Robby Djohan, setiap pesawat yang terlambat pergi selalu diawasi dan di evaluasi. Bahkan pihak-pihak yang menghambat diberi teguran. Tetapi masih ada yang sesuatu yang tersisa, yaitu kebiasaan yang masih melekat dari para konsumen elite, yaitu (pejabat-pejabat tinggi) yang minta pesawat agar “menunggu “ sampai mereka sampai dibandara. Kebiasaan-kebiasaan itu dihapus oleh Gani dengan mengubah sikap mental seluruh petugas dan kepada mereka diberikan bonus ketepatan waktu. Dikantor Garuda setiap akhir bulan karyawan bisa melihat apkah bulan ini mereka berhasil mencapai terget yang ditentukan atau tidak. Bila ya, direkening mereka masing-masing pasti akan mampir bonus tersebut. Bonus ini ternyata berhasil bekerja dengan baik. Bahkan dalam dua tahun berturut-turut Garuda memporoleh pengharggan “The most punctual Airline”.  Dari bandara Ansterdam.
            Bersamaan dengan itu, pelayanan secara menyeluruh ditingkatkan di Garuda Airline. Untuk pertama kalinya seluruh staf (lintas fungsi) duduk bersama merumuskan pelayanan mereka kepada konsumen.
            Anda tahu, dalam bisnis penrbangan, cabin crew, terutama pilot adalah warga negara kelas satu yang berada di atas. Merekalah yang menentukan keselamatan dan arah penerbangan. Mereka punya pelatihan khusus dan kebiasaan-kebiasaan yang berlaku secara unik. Kali ini, sebelum program komunikasi pemasaran yang terpadu digulirkan kepada khalayak umum, mereka diajak duduk bersama-sama dengan staf di front desk, ticketing, niaga, keuangan dan sebagainya. Tujuanya agarsemua pihak mendukung program, rela menikatkan layanan, dan meingkatkan tem work seluruhnya, sekitar 60 % karyawan, terlibat dalam proses ini dan program ini dipercaya meninggalkan bekas yang sangat kuat hingga hari ini.
            Setelah perusahaan berada dalam jalur yang tepat dalam bisnis, Gani merasa tugasnya sudah selesai, ia berpendapat, tugas ini harus diteruskan oleh darah-darah muda yang lebih segar dan lebih cocok lagi dalam membawa Garuda mencapai tujuannya maka sejak awal tahun 2002 ia meminta ijin mengundurkan diri.

DOWNLOAD FORMULIR & SOAL TEST OPRECT KOPPEN


Terdapat 2 file yang harus dilengkapi ;
1. Download FORMULIR PENDAFTARAN
*Via Ziddu.com
2. Download SOAL OPRECT PENGURUS KOPPEN
*Via Ziddu.com


Ketentuan Pendaftaran
Setelah memperoleh formulir, silahkan unduh soal test dari http://topikinabdullah.blogspot.com , Silahkan diisi dan dilengkapi untuk kemudian dikumpulkan beserta Persyaratan berupa:
*Terdaftar Sebagai Anggota Koperasi Pendidikan Prodi Pendidikan Ekonomi UPI
*Fotocopy KTM
*CV (Curriculum Vitae)
*2 buah Foto ukuran 3x4
* Semua kelengkapan dimasukan ke dalam map warna cokelat
Time Schedule Open Recruitment

*24-26 Februari 2012 Pengambilan, Pengisian Formulir
*27-28 Februari 2012 Pengumpulan formulir dan persyaratan di prodi Pendidikan Ekonomi (pa Syaliya)
*1 Februari 2012 Pengumuman hasil Seleksi tahap I
*2 Februari 2012 Wawancara
*5 Februari 2012 Pengumuman nama-nama pengurus Koperasi Pendidikan Prodi Pendidikan  Ekonomi Periode 2012-2013
*7 Februari 2012 Pelantikan Pengurus Koperasi Pendidikan

“Mari Sukses Bersama Koperasi Pendidikan Program Studi Pendidikan Ekonomi “
-Good luck-


-Good Luck-

Sosok Pembaharu Singapura Lee Kuan Yew

Oleh Topikin Abdullah

Pada tahun 1959, People’s Action Party (PAP) pimpinan Lee Kuan Yew berhasil memenangkan pemilu di Singapura dengan menguasai 41 dai 53 kursi diparlemen. Ketika Lee diangkat sebagai perdana menteri, kas negara dalam keadaan kosong. Lee sendiri belum tahu apa yang bisa ia lakukan karena kondisi negaranya masih carut marut. Penerapan hukum buruk, konflik antar etnis biasa terjadi, masyarakatnya jorok dan sampah bertebaran dimana-mana, pengangguran mencapai angka 14%, sedangkan kekayaaan alam tidak ada. Luas lahan Singapura hanya 400KM persegi. Andalannya Cuma padi. Tapi sekalipun semua lapangan sepak bola di dikonversikan menjadi sawah, ia hanya bisa menyajikan beras untuk 40.000 orang. Kalau masyarakatnya jorok, membangun tourism juga tidak mudah. Singapura tak punya pantai yang bagus.
Lee Cuma punya impian dan beberapa orang pemikir. Tak ada cara lain Singapura harus berubah. Ia menampilkan sebuah negara kecil yang bersih, disiplin, memegang kuat tradisi penghormatan kepada orang tua, dan tentu saja, kaya, sama seperti anda, Lee juga juga mempunyai pertanyaan yang sama : harus dimulai dari mana ? kalau negara tidak bisa memberikan lapangan pekerjaan maka Singapura akan menjadi sasaran agitasi komunis. Maka mulailah pekerjaan besar itu digulirkan. Ia menugaskan Dr. Goh Keng Swee untuk merancang pembangunan ekonomi yang agresif. Goh segera bertindak. Industrialisasi adalah pilihannya. Cuma masalahnya singapura tak mempunyai bahan baku, tak ada keterampilan industri, dan yang memalukan, tak punya pasar yang cukup besar. Itulah sebabnya mereka menjalin kerjasama dengan membentuk common market dengan Malaysia. Tapi itu belum cukup.
Untuk memajukan perekonomian,  pemeintah Lee meminta bantuan bantuan PBB agar mengim ahli ekonominya. PBB pada tahun 1960 segera mengirim misi survei industrial, yang dipimpin Dr. Albert Winsemius, yang dibantu oleh pria keturunan China I.F Tang. Dengan bantuan keduanya, Lee merumuskan strategi pembangunan ekonomi globalnya yang berorientasi pada keunggulan daya saing dan produktivitas lewat pemerintah yang bersih, masyarakat yang disiplin, dan induatrialisasi yang dikawal oleh tenaga-tenaga profesional. Pemerintah Lee tidak anti asing maka setiap bangsa boleh ikut membangun Singapura asal betul-betul profesional. Ada dua badan yang jadi andalan Lee saat itu yaitu HDB (Housing Development Board) dan EDB (Economic Development Board).

Pada saat perubahan mulai dilakukan, tentu saja banyak pihak yang tidak siap. Bahkan Lee sering disebut sebagai salah seorang diktaktor asia yang anti demokrasi, HAM, dan kebebasan berserikat. Ia memang sangat tegas. Orang yang membuang sampah sembarangan, melakukan vandalisme, membuang permen karet, berambut gondrong, atau tidak tertib dijalan, dikenai denda sangat besar. Seorang remaja amerika pernah dihukum cambuk gara-gara melakukan vandalisme di negeri singa ini, dan itu sungguh menggemparkan Amerika. Tapi ia tidak goyah satu milimeterpun. Ia juga membatasi ruang gerak pers dan mengendalikan oposisi. Baginya, semua harus berorientasi pada kedisiplinan dan satu kepemimpinan yang diwadahi oleh nilai-nilai confucius.
Pada tahun 1990-an, ketika sistem kesejahteraan sedang mengalami ujian dan ancaman kebangkrutan di barat, pemerintah Singapura mengeluarkan Parent’s Bill. Sebuah UU yang dipercaya sangat kental dengan nilai-nilai confucius. Melalui UU itu, orang tua berhak menuntut anak-anaknya kalau tidak merawat mereka dihari tuanya. Dengan demikian, mereka tidak menjadi beban negara.
Perubahan yang digulirkan oleh Lee tentu tak akan berhasil kalau ia hanya berfokus pada wacana politik dan nilai-nilai belaka. Atas nilai-nilai ini, Lee Memanggil para ”doer” untuk bergerak bebas mengeksekusi gagasan-gagasan kreatif mereka. Dr. Goh Keng Swee, dengan dibantu oleh Dr. Albert Winsemius dan IF Tang, punya peran penting untuk mempercepat proses industrialisasi.
Ketika mengangkat kepala perwakilan EDB di New York pada tahun 1960-an, misalnya, mereka lebih memilih seorang top salesman dengan pengalaman bisnis, street smart, sabar, jujur, dan pekerja keras, ketimbang seorang birokrat, akademisi, atau politisi yang biasa berkantor diruang tertutup. Pilihan jatuh Chan Chin Bok, seorang mantan Salesman mobil yang juga kolumnis bisnis. Berkat bantuan chan, singapura menjalin kerja sama dengan produsen-produsen otomotif detroit. Ford, Misalnya memilih singapura sebagai lokasi assembly part-nya di Asia, setelah Singapura menjalin kerjasama dengan Malaysia dalam sebuah common market. Tapi kisah dibalik hubungan Singapura-Malaysia dalam memperebutkan lokasi ini sungguh menarik. Deal antara keduanya lebih merupakan Bussienss Deal seperti pemain catur ketimbang pembcairaan antara dua orang negarawan.
Tentu saja itu berlaku pada masa-masa awal. Pada tahap awal, negara membutuhkan dua tangan sekaligus; yang satu tangan pemikir (Thinker) dan satu lagi tangan pelaku (doer). Sekarang kedua-duanya menuntuk kecerdasan intelektual.
           
Dimasa pemerintahannya, Lee sangat konsisten menata pemerintahannya.dalam setiap tahap ia selalu merumuskan langkah-langkah konkret yang harus diambil para anggota kabinetnya. Tak disangka, Singapura yang tak punya apa-apa sekarang malah menjadi negara terkaya di dunia. Pada saat Lee melapaskan jabatannya (1990), GDP parkapita Singapura telah menjadi U$$ 14.000 dan masih akan terus bertumbuh.

Pembaharuan Pendidikan Islam

pendidikan yang ideal agama atau sains atau sain agama yang mesti terpikir adalah konsep "pembaruan pendidikan agama dalam konteks kekinian yang memang agama masih dipandang sistem ritual dan di pandang ampuh dalam melaksanakan penghimpunan suara politik suatu partai bagaimana konsep pendidikan islam ideal ? bagaimana Cak Nur memandang?
a)  Pengembangan Intelektual
pemikiran seorang merupakan bagian integral dari sejarah kehidupannya. Demikian pula halnya dengan pemikiran seseorang yang tidak bisa dilepaskan dari situasi dan kondisi yang mengintarinya. Demikian pula dengan pemikiran saya tidak bisa dilepaskan dari situasi sosial politik yang mengintarinya. 
b)      Paradigma Pemikiran
Kunci untuk memahami pandangan dunia atau kerangka filosofis pemikiran Madjid ialah dengan membuka pandangannya terhadap kitab suci al-Qur’an dari sisi inspirasi, sifat dan tujuannya. Hal ini dikarenakan karakteristik khas pandangan Madjid terhadap kitab suci al-Qur’an, dan sifat totalitas pemikirannya yang dibentuk dan diarahkan oleh filsafat tersebut. Madjid dalam membedah suatu persoalan real yang dihadapi umat Islam berdasar atas keyakinan yang kukuh bahwa al-Qur’an adalah dokumen wahyu yang rasional yang dapat dipahami secara rasional pula.
Menurut Nurcholis Madjid, rasionalitas merupakan sesuatu yang sangat penting dalam melakukan sebuah ijtihad, dimana ijtihad adalah kunci bagi umat Islam untuk menata diri dan berkembang lebih maju dalam menjawab persoalan dinamika zaman. Fokus ijtihad Madjid diarahkan dan diterapkan dalam pola pembaharuan pemikiran Islam.
1.      Gagasan Pembaharuan Pendidikan Islam
Gagasan pembaharuan Pendidikan Islam di Indonesia adalah berangkat dari sistem pendidikan tradisional dan modern. Sistem pendidikan Islam tradisional tergolong memiliki muatan edukasi yang konservatif. Menurut Nurcholish Madjid kultur  tidak memberi kebebasan berfikir yang berakibat pada kurangnya kemampuan seseorang dalam mengimbangi dan menguasai kehidupan global bahkan memberi respon. Konservatisme dunia pendidikan tradisional menurut Masdar F. Mas’udi terletak pada cara memahami dalam mengamalkan al-Qur’an dan as-sunnah.   
Berbicara tentang Pembaharuan Pemikiran Islam Nurcholish Madjid yang dilakukan sejak tanggal 2 Januari 1970 dengan makalah “Keharusan Pembaharuan Pemikiran Islam dan Masalah Integrasi Umat” sampai dengan tanggal 21 Oktober 1992 dengan makalah “Beberapa Renungan Tentang Kehidupan Keagamaan di Indonesia untuk Generasi Mendatang” secara esensial berintikan dua masalah yaitu: sekularisasi dan mistikisasi.
Madjid mengalami perubahan paradigma berpikir setelah kunjungan pertama ke negeri paman Sam (Amerika). Menurut Kamal Hasan, kunjungannya adalah sebagai babak pergeserannya dari langkah awal yang menjanjikan menuju era memasuki dunia sekularisme.
Simpul pemikiran Nurcholis adalah monoteisme radikal dan kemodernan. Variannya antara lain gagasan tentang sekularisasi serta inklusivisme dan universalisme Islam. Sekularisasi versi Nurcholish adalah menduniawikan nilai-nilai yang semestinya bersifat duniawi dan melepaskan umat Islam dari kecenderungan mengakhiratkannya. Gagasan inklusivisme dan universalisme Islam dalam pendapat Nurcholish bahwa Islam tidak identik dengan ideologi. Sedang gagasan kemodernan tearartikulasikan lewat jargon “modernisasi adalah rasionalisasi, bukan westernisasi.”
2.      Konsep Pendidikan Nurcholis Madjid
Dalam proses perkembangan pemikiran Islam lebih lanjut, orientasi pemikiran yang berat kesufian mendapatkan tantangan. Lebih-lebih setelah kaum Muslim Indonesia, berkat kapal-kapal moderen yang dijalankan dengan mesin uap, semakin mudah dan semakin banyak pergi ke Tanah Suci, maka kontak dengan kalangan dari paham dan pemikiran Islam yang lebih ‘murni’ ke arah syariat semakin kuat. Ini menimbulkan gelombang gerak pemikiran yang lebih berat ke arah syari’at atau fiqh, serta berbahasa Arab, kemudian melembaga dalam sistem dan kurikulum pendidikan dunia pesantren.
Menurut Nurcholish Madjid sistem Pendidikan Islam yang ideal adalah sistem pendidikan yang dapat membentuk pola pikir liberal yaitu intelektualisme yang dapat mengantarkan manusia kepada dua tadensi yang sangat erat hubungannya, yaitu melepaskan diri dari nilai-nilai tradisional dan mencari nilai-nilai yang berorientasi ke masa depan yang berdasarkan al-Qur’an dan as-Sunnah. Memiliki tujuan dakwah yaitu menyebarkan moral keagamaan dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Dengan kata lain memiliki peran tradisional dan moderen. Peran tradisional (1) sebagai transmisi dan transformasi ilmu-ilmu Islam; (2) Pemeliharaan tradisi Islam dan; (3) sebagai reproduksi ulma’. Sedangkan peran moderen yaitu sebagai pusat pelayanan masyarakat seperti penyuluhan kesehatan dan lingkungan dengan pendekatan keagamaan, pusat pengembangan teknologi tepat guna bagi masyarakat, menciptakan sumber daya manusia yang professional dan pemberdayaan sosial ekonomi. Memiliki visi yang dapat menjawab persoalan zaman dan memiliki pandangan dunia yang universal berdasar atas Qur’an dan Hadis.
Konsep pembaharuan Pendidikan Islam yang digagas Nurcholish Madjid secara garis besar meliputi gagasan sekularisasi, kebebasan intelektual dan sikap terbuka terhadap ide yang baru. Sekularisasi dalam pengertian Madjid adalah proses pemahaman rasional untuk mendominasikan nilai-nilai yang bersifat duniawi. Kebebasan intelektual yaitu ukuran untuk melakukan ijtihad dalam pembaharuan dengan langkah-langkah metodologis.  

D.    Implikasi-implikasi dalam Pendidikan Islam
Pemikiran Nurcholish Madjid sangat banyak memberikan kontribusi bagi dunia pendidikan. Adapun implikasi bagi dunia pendidikan diantaranya:
1.      pendidikan merupakan proses menuju tingkat kesempurnaan, yaitu individu yang dicapai tingkat keimanan dan keilmuan yang menjadi kesadaran hidup dalam masyarakat.
2.      Memiliki paradigma etik dan moral, sebagaimana dicontohkan Rasulullah SAW sebagai uswatun hasanah sebagaimana yang terkandung dalam teks al-Qur’an (Q.S. al-Ahzab: 21)
Artinya: “Sesungguhnya Telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah”.
3.      Pengembangan potensi (fitrah) manusia, karena manusia dalam bentuk sebaik-baik makhluk Tuhan. 
 Daftar Pustaka
Adian Husaini, (2005), Nurcholish Madjid: Kontraversi Kematian dan Pemikirannya, Jakarta: Khairul Bayan Press
Greg Borden, (1999), Gagasan Islam Liberal di Indonesia: Pemikiran Neomodernisme Nurcholis Madjid, Djohan Efendi, Ahmad Walib, dan Abdurrahman Wahid, Jakarta: Paramadina Pustaka Antara
Komaruddin Hidayat, (1998), Tragedi Raja Midas: Moralitas Agama dan Krisis Modernisme, Yogyakarta: Paramadina
M. Dawam Raharjo, (1987), Pergulatan Dunia Pesantren, Jakarta: P3M
Muhaimin dan Abdul Mujib, (1993), Pemikiran Pendidikan Islam: Kajian Filosofis dan Kerangka Dasar Operasionalisasinya, Bandung: Trigenda Karya
Nurcholis Madjid dkk, (1990), HMI Menjawab Tantangan Zaman, Jakarta: PT. Gunung Kalbu
Nurcholis Madjid, (1992), Islam Dokrin dan Peradaban, Jakarta: Wakaf Paramadina